29 Juni 2012

Percakapan Tentang Hari rabu

hey, Rabu..
simpan dulu yang menurutmu tabu, 
yang aku butuh hanyalah abu.


"dasar Rabu.!
aromanya selalu baru,

tapi tak pernah ganti baju.!"


iya, memang Rabu..! 
awalnya pemalu, lama-lama jadi pecandu!

"begitulah Rabu, suka main sabun.
hobinya naik perahu, memadat sepanjang waktu.!"

Percakapan 2

jadi, beginilah kita. aku menjadi cahaya dalam sepi, 
sedang engkau; kekasih paling setia sebelum puisi.


"ah tidak, tidak..
mungkin saja sebaliknya."


mungkin saja, dunia memang sudah terbalik!

"dibalik dunia! ada pak Tua 
yang sedang menimbang-nimbang Waktu.
berteman sebungkus kata dan secangkir puisi.!"

Percakapan

memoriku berhamburan,
remahnya terhisap paru-paru,
sampai lalu tangisku pecah;
dalam kepala kupeluki mereka satu persatu.



"hatikupun retak kawan, cahayanya pecah padam
bunga-bunga tampak layu pada pucuknya
sedang malam mengikatku erat.."



Percakapan Dua penyair 2

tabahlah sedihku, sebentar lagi pedihmu akan berlalu; 
aku, yang sedang mendustai rindu.. 

"engkaukah itu.?
yang melesat di setiap mimpi-mimpiku."

aku hanyalah aku, 
berkelana lewat pikiran-pikiran dan imaji saja.
tidak melesat meninggalkanmu.

"Aku berkelana mencarimu dalam sunyi, 
arungi imaji tak bertepi. 
Dan yang kutemukan hanya cermin tua disemak belukar.."

rindu itu bosan. dipersalahkan, diperalat. 
dia menghilang selama-lamanya. tak berjejak. 
semua orang kelimpungan... 

"rindu itu buah, ditunggu sampai masak dipohon.
yang tak sabar makan mentah..
yang sabar kalah cepat dgn pencuri.." 

Percakapan Dua Penyair

Soreku adalah air panas di dalam cangkir bening. Pucuk-pucuk teh menari dan mewarnainya.
Soreku adalah teh hangat di dalam cangkir bening. Jasmine merasuk dan memberinya aroma.
Soreku adalah cangkir bening yang kosong. Itu saja..

"Sore itu, sebatang rumput bercerita tentang cangkir kosong yang dibuang tuannya.
Si tuan marah karena isinya yang tak lagi manis.
Hingga suatu saat cangkir itu ditumbuhi sekuntum bunga mawar.
Semenjak itu, si tuan tak pernah lepas dahaganya.
Itu dulu.."


ah, mengingatmu serupa bumerang, 
selalu kembali pada kepedihan yang telah kukenang, 
sebagai bahagia yang telah menghilang..
cepat pulang..

"untuk sementara saya hilang arah kawan, 
jejak terhapus dan lupa jalan pulang. 
serupa bumerang yang tertabrak dahan, patah disatu sisi. 
kelak nanti, seorang wanita cantik akan menemukannya 
dan membentuknya menjadi baling-baling. 
hingga bebaslah saya kesana-kmari."

28 Juni 2012

Politik bola

Saya tau kawan,
Tentang politik diujung sana
Mereka saling melempar waktu

Kalau saja waktu seperti bola
Negara kita pasti pemenang piala dunia

Takutku

Aku tak pernah takut
Biarpun merah nasibku
Bahkan berdarah kakiku

Yang aku takut
Sunyi tinggalkanku, dan
Kekasih baru tak hampiriku

“Bukan maksudku berkeluh kesah
tentang cinta diujung sana! Tetapi,
sudah waktunya, langkah ini dituai..”

26 Juni 2012

Nasib

hey,.. siapa yang mengambil  nasibku.?
Padahal tadi pagi kujemur disamping pohon mangga.

Semalaman saya jalan-jalan keliling kampung.
Mencari puisi di tempat-tempat sepi.
Tapi, berhubung malam minggu, tak ada puisi kutemui.
Paling-paling, hanya beberapa kata tak lengkap., disela-sela keramaian!
Malahan, turun hujan tepat ditengah-tengah malam,
nasib.., nasib.!

Karena itu nasibku jadi basah,
dan entah kenapa aku pulang sempoyongan.
Apalagi aku lupa jalan pulang, terpaksa tidur di emperan.

Setelah pagi, aku pulang, cuci nasib,
lalu kujemur bersama celana dalam.
Siangnya nasib hilang, sorenya!
kutemukan koyak di tempat sampah..

Kehilangan

Aku kehilangan doa
Yang kupungut dari halaman gereja
Mungkin sudah nasibku
Karena sering mengukur waktu

Ahh., Maaf

Kau masih mengingatku
Angin beku yang mengganggu tidurmu
Aku masih mengingatmu
Bagai kunang-kunang dalam mimpimu
“ahh maaf.,!!
aku terlalu memaksakan kata malam ini.”

Sayap buatan ibu

Ibu selalu menjahitkan doa untukku.
Sebelumnya, ibu akan mengukur tubuhku.
Sebelumnya lagi, aku harus telanjang,
 “supaya pas doa yang akan kubuatkan,”
kata ibu!
Sesudahnya, aku akan mimpi sepanjang waktu.
Terbang dengan sayap buatan ibu.

Si Nasib

Ayo maju bangsat,.!
Semakin suram kau bawa aku
Semakin kuat aku berontak
Dan makin keras aku terbahak..

Pencuri

mencuri kata tak lebih buruk dari sekedar pencuri
tetapi, silahkan saja bila itu untuk bertahan hidup 

Tunggu saja

bila tiba waktu ajalmu Pinorbo,
Damono.! Maka, waktunya bagiku meracau..

Penyair

Hantumu hantuku juga
Tuhanmu belum tentu Tuhanku

Pejuang Syair

darah itu merah penyair.! dan bau anyir..
dimataku.,
anyir seperti syair.!
dan merah adalah sajak. 

Dikutuk

Aku bersembunyi disemak-semak bulan
mengintip bumi yang sedang mandi
Tuhan marah dan mengutukku, “bimsalabim
jadilah engkau sekedar bunga.!”

Terjaga

Malam ini aku kehabisan kata
tak mampu menemukan puisi
tetapi satu buatku tetap terjaga
yang kuharap bukan Sunyi..

Apulia

ada apa penyair?
Tengah malam bolong
Menggedor-gedor pintu sunyi
Ada galau disitu?
Atau? Kau sedang rindu?
Pada kekasih yang telah lupa?

13 Juni 2012

Melayang

aku sedang melayang
melupakan badani
sangat tinggi 
hingga mampu melihat dunia
dari segala arah

kurasa
ada yang salah
entah putaran bumi
atau karena
asap dunia yang meresap
atau mungkin
karena hujan semalaman

Sayang, Ijinkan Aku


Puisiku sayang, ijinkan aku
untuk menyentuh bibir mungilmu
dan meremas bokong seksimu

agar tak ada lagi rahasia
yang tersembunyi diantara buah dadamu

bila senjataku terpaksa menikam
aku akan melepaskan bibit terbaikku

agar kelak nanti lahirlah sajak-sajak gagah
yang berlarian di halaman-halaman buku

Kunang-kunang Dalam Tidurmu


Sebentar lagi aku akan tiba di pucuk matamu
Lalu jatuh di halus pipimu, hinggap dilumat bibirmu

Kemudian aku akan merangkak dari lehermu
Perlahan penuh tegang menuju puncak dada itu

Lalu aku akan meluncur bebas
Mencucupi  lautan hangat tubuhmu

Sementara kau sedang diujung nikmat
Dan mengharapku masuk ke ruang rahim itu

Aku telah kembali,
Menjadi kunang-kunang dalam tidurmu 

Gadis berjubah malam


Gadis berjubah malam
Jual suara dibawah rembulan
Mimpinya tak besar
Hanya cukup untuk makan

Binatang malam sering memburunya
Membawa tombak dalam celana

Gadis berjubah malam tak pernah menyerah
Dipersenjatai dirinya dengan karet sarung tinju

Gadis dan binatang jadi sering berkelahi
Gadis demi makan, binatang demikian

Pengembara Kata


Sudah sangat lama si pemuda mengembara
Naik turun gunung, sebrangi lautan demi untuk mengasah kata

Kata selalu melekat di pinggangnya, untuk mencari kayu
Berburu binatang, mencukur bulu-bulu di wajahnya

Kata sia-sia tanpa pemuda itu, begitpun sebaliknya
Mengembara sia-sia tanpa kata yang diasah tajam

“suatu hari nanti akan kulepaskan kata dari pinggangku,
sebagai tanda usai sudah pengembaraanku
dan kutancapkan kata diatas buku.”

“apabila sudah tiba waktuku
aku akan memotong nadiku dengan kata.”  

Rayuan Sunyi


Sunyi tak pernah menyerah
Memaksaku tidur satu ranjang
Tapi aku takpernah mau
Meskipun itu dengan imbalan

“Aku akan membayarmu dengan cinta
Melebihi cinta bidadari, bahkan kugandakan
Dengan tubuh molek Cleopatra,” rayu Sunyi.

 “maaf, hatiku sudah kandas dan tak bisa lagi digoyah.”
Aku tetap menolak, karena sudah intim dengan Sepi
 : Saudara kembar Sunyi

Doa Ibu


Ibu.!!
Aku sekarang sudah gagal
Gagal menjadi orang gagal
Itu berkat doa-doamu.!!
Ibu.!
Kau ingatkah ketika anakmu bermain lumpur dulu?
Seluruh tubuh menjadi kotor, dan kau
Membilasnya dengan air mata

Ibu.!
Ibu masih ingat ketika anakmu bermain lempar Waktu?
Dan Waktu melayang masuk kedalam lubang jalanan
Hingga ibu bersedih, melihatku terjun bersama Waktu
Ibu.!
Saya masih ingat, ketika kau menamparku dengan doa?
Doa yang sekeras lutut kaki, doa dimalam suntuk
Awalnya sakit sekali bu, tapi lama-lama jadi candu

Tapi ibu, sekarang anakmu gagal lagi!
Kali ini gagal menjadi orang gagal
Doa-doamu sungguh mujarab bu!
Selalu kubawa dalam saku
Kuminum tiga kali sehari

Pengembara


Seorang pengembara sedang duduk-duduk dibawah pohon pinus.
Sekedar melepas lelah dari sunyi yang memburunya.
Sambil beristirahat, hayalnya melayang tak menentu.
Ada yang tersangkut di daun-daun,
ada yang terjatuh kedalam botol minuman dibawah kakinya.
Dan banyak yang terbang melesat bagai peluru. 
Entah kemana ia pun tak tahu!

Hari itu matahari sedang menggantung di cakrawala.
Angin yang semilir memeluk tubuhnya bagai kekasih.
Hingga terlelaplah ia bersama bayang-bayang pepohonan.

Dalam tidurnya ia memimpikan sang ibu.
Ibu yang sedang memasang kancing bajunya ketika masa kecil.
“kalo besar nanti kamu mau jadi apa?” Tanya ibu.
“jadi burung bu,” jawabnya.
“Kenapa burung anakku,?” Tanya ibu penasaran.
“aku ingin melihat dunia dari segala arah!”
Jawabnya sekenanya..

“kalau begitu ibu akan menjadi langitmu, dan menjaga sayap-sayapmu.
Walaupun kau tersesat nanti, ibu akan selalu mendoakanmu.
Agar kau tak lupa jalan pulang.” Jawab ibu dengan mata berkaca.

Dan ketika malam melompat masuk dari rimbun pepohonan
Pengembara terbangun, menemukan kotoran burung
yang sudah kering  menempel di dahinya.
“ah, rupanya ibu sudah rindu, hingga mengecup keningku!”  

Uban


Uban yang dulu penyendiri, kini mulai berontak
Makin hari pengikutnya makin banyak
Mereka sering mengadakan rapat, merencanakan sesuatu

“kampung kita mulai tak nyaman, kutu-kutu makin tersingkirkan
Tumbuhan sudah tak rimbun lagi, mari kita berjuang untuk kemerdekaan.”
Pemimpin uban berorasi!
“Merdeka..merdeka..,” sahut para pengikutnya!

Tak lama setelah itu, kampung uban terkena musibah
Pohon-pohon rubuh, binatang-binatang terpanggang matahari
Dan uban-uban kembali kerdil ,.