09 Februari 2011

Gadis Kerudung Bulan

Perjalanannya masih panjang
Tapi tubuh sudah kering kerontang

Umurnya masih muda waktu
Seumur pohon tebu, lagi manis-manisnya di seduh

Tapi jalanan mendandaninya debu
Mendidiknya lewat cuaca, menelanjangi mata kata

Ayahnya adalah malam, ibunya sudah lama tak pulang
Ukulele saudari sematinya, tanpanya makan jadi basi

Gadis berkerudung bulan
Jual suara di bawah rembulan

Mimpinya tak besar. Cuma cukup untuk semalam
Sesekali bulan mati. Sesekali malam mencurinya

Pinorbo

“Maaf buah mangganya sudah habis,
tapi aku masih menyimpan kulitnya.”

Aku tak suka mangga
aku lebih mencintai kulit pisang
agar bisa kuletakkan ditengah jalan

Karena;
Puisiku naksir kibaran sarungmu

Sebatang Sisa

Sebatang malang
Tak kan ku hisap
Walau bibir memaksa
Dan dingin me-nganga di dada

Sebatang sisa
Tak ada perkara
Meski mengusik jemari kata
Biar malam kubakar lara

Sebatang sisa semalam
Terbakar dalam angan
Jadi asap melayang awam

Cermin Tua

Bulat tak sempurna
Karena retak di tengah
Sore hari kau bilang tampan
Paginya bungkam suara

Menunggu setia sudut ruangan
Pantulkan sepi hingga ke ujung
Entah berapa tampang sudah terekam

Sementara Tuan telanjang diri
Carmin tua tampak sendiri

Senja Borneo

Hari ini aku melukis senja
Di tepian laut borneo
Dengan kata-kata dari bulat mata

Hari ini senja melukisku
Dengan kuas awan langit borneo
Lukisan lelaki di dermaga kayu

Biru langit, coklat kayu
Barisan perahu tepi laut
Berbatas senja di cakrawala
Kami saling melukis diri

Jarak

Sahabat..
kuceritakan sedikit tentang jarak
Ia takkan kenal lelah, meskipun hari-harinya berkelana
Sepi dan sunyi jadi sahabat ketika malam terjaga
Dan keramaian hanya ada dipersinggahan
Arah angin tak akan berpengaruh sedikitpun baginya
Bahkan ketika jejak-jejak tak lagi ditemukannya
Aroma anggur dan tembakau melangkah bersamanya berdampingan
Dan jarak adalah jarak, jangan kau ukur dengan logika
Karena sedekat apapun itu ada rahasia yang tak mungkin kau ungkap

Sepanjang jalan

Disepanjang jalan dadaku terbuka
Menangkap warna dan gerak cahaya
Mengisi waktu dengan sunyi kelana

Kulukis setiap wajah dengan seksama
Kerutan-kerutan kulit dan lekuk kening
Juga usia tanah dan pepohonan

Disepanjang jalan
Selalu kulihat seorang tolol
Berbicara pada bayangannya sendiri

Terlelap

Aku rindu
Pada wangi tubuh
Keringat dan liurmu

“Seorang lelaki terlanjang
terlelap dibawah ketiaknya
setelah mengarungi gejolak jiwanya.”

Aku tetap rindu
Pada wangi tebu
Manis dan madumu

Langkah

Langkahku setengah terbakar
Dan semangat hampir padam
Dalam sebuah perjalanan panjang

Menyapu daratan dengan telapak yang kian tipis
Menahan angin dengan tubuh ter-kikis
Melempari bintang dengan krikil-krikil malam
Siangnya, menghitung jarak dan tenaga