26 Juni 2009

ISTIRAHAT

Gemulai sudah langkah mata ini
Terbeban tunas pada pelupuknya
Yang kan tumbuh menjadi mimpi

Padam dulu cerita kita
Untuk waktu sesaat
Dan bangunku ketika fajar menyala

Antarkan kata tak bertuan
Bersama gemericik embun pagi
Saat basuh kelopak bunga berduri

LIAR (koboi)

Pistolku dalam genggamanmu
Pemuda berkarat, batu berlumut
Pemecah kaca, terburailah warna
Mengarah lepas

Langit biru seluas samudera angkasa
tak ada lagi batas diraih
Kebebasan yang sempurna
mengambang di permukaan udara

Rembulan senja yang mulai menipis
tertembus kepal kedua mata
Sekedip, menjadi malam yang padat
sepadat hujan di dasar laut

Jarimu tak berdaya tanpa senjata yang menjaga
Peluru menjadi tanya pelatuk
Siapa membaca dengan mengira-ngira
Katakataku sengaja liar tak ber-arah

-abstraktisme-

DILUAR RUMAH

Memandang-mandang malam yang bercahaya
Anganku bertumpu pada kaki-kaki yang papah
Sementara kerlip bintang padam satu persatu
Sempurnakan gelap bagi bulan purnama
Langkahku semakin berat
: seberat lelah jemari

Inti diri yang paling lugu
Kini dewasa tampak gagah
Bermain intim dengan hamparan cahaya
luas, dalam, di dalam mimpi yang meninggi
: setinggi gapai jemari

Buah-buah yang masih belum sempurna
Terjatuh di tanah
Rerumputan yang selalu saja cemburu
Serukan angin yang diam
Untuk memandu langkah mata kaki
Melepas genggaman jemari waktu

MUSIM SEMI

Dari bibir jendela kamar, kusapa pagi
yang tampak malu-malu
Merah pipinya, permainkan warna cahaya
Hingga berjatuhan musim berganti

Burat-burat sayu pancar matanya
Memendam guguran rindu dedaunan
Serupa tirai gerimis; yang datang bertamu

MENDUNG

Dalam dekapan itu menetes bau rindu awan
Dari mata angin timur yang liar menuju barat
Antarkan gerimis pagi untuk menyangkal matahari

SEGITIGA

Malam sungguh tersenyum memandangmu kawan
Karena Cinta di sebelah bahumu
Dan biarlah bulan yang bersembunyi
Menanti hadir matahari

Saat pagi mengecupmu, aku tengah bertengkar dengan luka jemari
Tikam itu berdarah kawan, tapi kata-kata bernanah
Di mata para bintang, ada arah angin membawa
Rasa yang ada, hanya padanya

Biar kulenyapkan saja malam kawan
Karena Cinta itu, kini menepuk bahuku

EMOSI

Mana
Mana emosimu
Biar kuajak melayang jatuh

Di kepak sayap rajawali pusaka
Miskin kata tiada tara, tak bernyawa
Luka-luka cinta terbuka hampa suara
Di kaca wajah berdarah, pada mata air mata

Belum cukup;
Lihat ibumu, menangisi puisimu
Dalam jeruji peti besi

Kurang, sini
Kupatah jemarimu
:atas nama emosi

-dedicate to penyair kambuhan-

SOEHARTO

Kau kejutkan kami dengan kilat orde baru
Menyambar tumpukan jerami; pejuang runcing bambu
Memercik api di makam tuan; terbakar harta sejarah

Kau curi kenangan wangi bunga pertiwi
Teriak menang atas penjajah; percuma di tanda di dadah
Jika tandu di bahumu memikul jasat Negara

-ApriliA-

April lewat, tergesa-gesa
Pedang salamku pada merpati hitam
Hilang dalam temaram cahaya dunia
Oleh luluh ksatria muda, tersamar janji matahari
Lalu, apa pesan dinginnya udara?
Intim bersama langit tak bertepi
Aku melupa cinta

TERLUPA

Bunga yang akan mekar esok musim
Telah kusimpan di pangkuanmu
Jauh sebelum cuaca dingin bertamu

TELAGAMU

Telaga suci dalam dirimu
Jangan biarkan susut oleh waktu dan ragu

Dahaga ini sebesar bumi
Tetesan embun dari wajahmu, bilas keringat di hati

Gemuruh busur yang kulepaskan pada sang mentari
Nyalakan cinta yang padam

SEHELAI DAUN

Kini, tiba giliranmu untuk gugur
terlepas dari tubuh yang telah rapuh
menuju pangkuan telanjang bumi
menghadap bintang-bintang angkasa
jerjerat datar antara tanah dan udara
diam tiada arti..
Hingga pagi menjelang
mendapati embun yang menetes
pada telaga musim kemarau
detakkan kembali, jantung matahari..

KECUPAN MEI

Malam mengajakku berdansa
Mengitari sudut-sudut sunyi bumi
Ketika langkahnya yang ke seribu
Digenggam erat dingin jemariku
Menjelma senyum rembulan Mei
Didaratkannya sebuah kecup berduri
Yang hangat, mengejutkan di bibir utara
Melekat sungguh, dalam bisikan demokrasi
Membunuh kegelisahan musim penghujan

LELAH

Lentera waktu makin meredupkan malam
Bayang-bayang bintang tercecer di rerumputan
Ramai-riuh jalanan terdampar dalam sunyi selokan
Wangi bunga melati tersamar dari taman makam sebelah
Ah.. kurebahkan saja jemariku disisi jemari waktu

Tawa malam begitu nyaring terdengar
mengusik jemari untuk berlari
kemana? Entah..
mungkin ingin kucuci dengan getah bunga zaitun
atau, kubungkus saja dengan lembar kain kafan

Gemerik Hujan Di Bulan Juli

Kurindu Gemericik hujan
di bulan juli
Yang datang mengurung diri
Pada malam tak bertepi

Kurindu Gemericik riang
di bulan juli
Ketika tiba-tiba saja hadir
Bangunkan hangat bumi

Kurindu Gemericikmu
di bulan juli
Sejuk, pendiam, penuh cinta
Dan pergi seperti pencuri

DEKAPAN MALAM

Saat Malam membuka matanya lebar-lebar
Udara yang diam bersembunyi di bawah pohon rindang
Sesuatu diantara rumput-rumput liar memandangku penuh curiga
Ketika kupalingkan pandang; lenyap dalam dekapannya..

PELUKIS

Pagi yang malu-malu
Terlukis begitu kaku
Pada selembar kanvas lusuh

Pelukis di ujung jalan itu
Meletakkan hatinya di atas pelangi
Mempermainkan warna cahaya