seperti matahari melangkah cakrawala
menatap bumi di angkasa raya. Cerah
adalah kata yang menyala-nyala
Aku ingin membacamu dengan khusyuk, bagai sebuah Kitab. Lalu aku akan tinggal diam di dalam hatimu untuk membaca diriku sendiri.
29 Oktober 2009
Ingin Itu
Aku ingin miliki itu
Dimana liuk sungai itu, yang tiada henti
Seperti bara gunung itu, yang api abadi
Aku ingin miliki itu
Yang warna biru itu, seperti selimut angkasa
Seperti bunga itu, yang indah tak bersuara
Aku ingin itu
Ketika kemarau yang terlupa musim itu
Seperti milik kau itu, yang menunggu disitu
Dimana liuk sungai itu, yang tiada henti
Seperti bara gunung itu, yang api abadi
Aku ingin miliki itu
Yang warna biru itu, seperti selimut angkasa
Seperti bunga itu, yang indah tak bersuara
Aku ingin itu
Ketika kemarau yang terlupa musim itu
Seperti milik kau itu, yang menunggu disitu
Langkah Kemarau
Pegunungan, tebing-tebing, tempat kemarau melangkah
Tanah basah, ladang-ladang rerumputan, batu-batu tinggi
Arus sungai hingga pesisir pantai
Getah pinus dan wangi cemara membeku di kulit kayu
api malam yang menyala membakar sunyi kelana
Batu andesit sangkar elang, tali tinggi terpasak mati
mengikat jiwa yang tualang dengan cinta yang sederhana
Deras air menuju hulu, seliuk pinggul ratu sejagat
mencium wangi gerimis senja di muka muara yang bertemu
Dan masih
Kemarau masih melangkah
Tanah basah, ladang-ladang rerumputan, batu-batu tinggi
Arus sungai hingga pesisir pantai
Getah pinus dan wangi cemara membeku di kulit kayu
api malam yang menyala membakar sunyi kelana
Batu andesit sangkar elang, tali tinggi terpasak mati
mengikat jiwa yang tualang dengan cinta yang sederhana
Deras air menuju hulu, seliuk pinggul ratu sejagat
mencium wangi gerimis senja di muka muara yang bertemu
Dan masih
Kemarau masih melangkah
Doa Kemarau
Di rentan musim ini, juga di sudut waktu ini
Ketika malam sedang mengigil. Gerimis doa jatuh merintik
Sejak kemarau itu
Aroma bumi tertidur, warna bunga tertunduk
Sejak kemarau yang keras itu
Udara malam berlarian, luka-luka pohon terkelupas
Sejak kemarau yang lupa itu
Uap air mengancam lagi. Dari balik awan yang teduh
Di garis-garis cahaya yang purnama
Lolongan doa merambat udara
Kepada hujan yang menatap liar
Dengan taringnya yang menyala
Ketika malam sedang mengigil. Gerimis doa jatuh merintik
Sejak kemarau itu
Aroma bumi tertidur, warna bunga tertunduk
Sejak kemarau yang keras itu
Udara malam berlarian, luka-luka pohon terkelupas
Sejak kemarau yang lupa itu
Uap air mengancam lagi. Dari balik awan yang teduh
Di garis-garis cahaya yang purnama
Lolongan doa merambat udara
Kepada hujan yang menatap liar
Dengan taringnya yang menyala
25 Oktober 2009
Di Taman Bunga
I
Aku tau kau indah
Kau juga tau aku pecinta
Tapi waktu belum memihak kita
Apa itu salahku?
Ingin ini ada, untuk memetikmu
Kurasa kau juga tau disitu
Tapi, kenapa ada ragu-ragu
Apa itu salahmu?
Pikirku, bila dipetik, apakah kau mau, dipandang setiap saat
Disentuh setiap pagi, disiram setiap sore, dikecup setiap malam
Jujur saja, warnamu unik, dan aromamu semerbak
II
Di tamanku ini tak ada bunga, yang dulu itu sudah layu, kusam
Bukan tak pernah kusiram, tapi, karena tak tahan cuaca
Dan kemarin, sudah diambil orang, mau dirawat katanya
Ditanam lagi, dipupuk lagi, untuk dikawinkan dengan bunga impor
Tapi kau, seketika saja tumbuh tanpa terpaksa, mengagumkan pula
Tak pernah kulihat yang sepertimu, bertangkai panjang, sedikit berdaun
Kelopak-kelopakmu tersusun rapih, meskipun tampak berduri, tapi anggun
Jujur saja, siapapun tak-kan mampu mengabaikanmu
Aku tau kau indah
Kau juga tau aku pecinta
Tapi waktu belum memihak kita
Apa itu salahku?
Ingin ini ada, untuk memetikmu
Kurasa kau juga tau disitu
Tapi, kenapa ada ragu-ragu
Apa itu salahmu?
Pikirku, bila dipetik, apakah kau mau, dipandang setiap saat
Disentuh setiap pagi, disiram setiap sore, dikecup setiap malam
Jujur saja, warnamu unik, dan aromamu semerbak
II
Di tamanku ini tak ada bunga, yang dulu itu sudah layu, kusam
Bukan tak pernah kusiram, tapi, karena tak tahan cuaca
Dan kemarin, sudah diambil orang, mau dirawat katanya
Ditanam lagi, dipupuk lagi, untuk dikawinkan dengan bunga impor
Tapi kau, seketika saja tumbuh tanpa terpaksa, mengagumkan pula
Tak pernah kulihat yang sepertimu, bertangkai panjang, sedikit berdaun
Kelopak-kelopakmu tersusun rapih, meskipun tampak berduri, tapi anggun
Jujur saja, siapapun tak-kan mampu mengabaikanmu
Langganan:
Postingan (Atom)