Daun-daun tumbuh lima jari, berbatang cabang beranting-ranting.
Tumbuh liar bak semak belukar menunggu hari siap panen.
“mungkin tiga atau empat bulan lagi” katamu.
Pak tani terserang paceklik, akibat mimipi kemarau sang anak.
“waktunya sekolah lagi,” kata ibu.
Entah lugu entah perlu, semak belukar dituai. “Sudah saatnya,” jawab penadah.
Petani bekerja lagi selundupkan daun ke kota. “Lumayan,” katanya
mimpi anak terpenuhi untuk merantaui dunia pendidikan.
Daun-daun tiba di kota, tersusun rapih seperti bata.
Berpindah tempat dari tangan ke tangan.
Hingga tiba lagi musim kemarau.
Kini sang anak terserang paceklik, kering diujung mimpi.
Daun itu rahasia ayah, ibupun tak pernah tau.
“Buah jatuh tak jauh dari pohonnya,” kata ibu guru dulu.
Orang-orang mencari daun, di desa-desa terlebih di kota-kota.
Setiap kebutuhan harus terpenuhi, sang anak melihat celah.
Dipaketkannya daun-daun hingga tepat pada harganya.
Sembunyi-sembunyi ia berkeliling, menukar daun dengan uang.
Sebata, dua bata, lima bata cukuplah sudah. Nanti benjol jika berlebih
Mimpi tergenapkan, sang anak pulang membawa berita.
“Aku sudah lulus ayah,” katanya dengan sedikit rahasia.
“kenapa lama sekali kau pulang,” tanya ibu.
“Begitulah ibu kota bu, banyak persinggahan yang harus dilalui.”
Rahasia tetap terjaga, antara ayah dan anak.
Rahasia daun, dari waktu ke waktu..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar