07 Oktober 2008

PUISI

Belum jua ku mengerti tentang sebuah kata yang melenggang sepanjang sunyi dan menantikan pagi. Bertaburan debu jalanan bercumbu dengan batu-batu diatas jejak-jejak aspal yang lahir dari persimpangan antara kata dan makna. Mungkin nanti.

Mungkinkah hari-hari menjadi tua dalam kepal yang menumbuk waktu, menggores-gores malam hingga susut umur lautan dan menjelma telaga unggu dengan hantu-hantunya yang melemparkan kail ditengah-tengah mimpi.

Mimpimu juga yang telah membimbing ikan-ikan merah terbang diatas danau dan menghampiri jala-jala yang terkapar bisu diatas lembar-lembar kosong, mengisinya dengan kata-kata lamur yang berserakan disekililing hutan makna, berlomba-lomba untuk terpasung dan sempurna oleh waktu.

Waktu itu tak mungkin tiba diujung mimpi, diujung kail, diujung pena yang menari, tanpa kau yang mencumbuku diatas altar para pemadat kata.

Mungkin nanti, ketika lahir anak-anak sunyi dari rahim malam yang pekat, berlari membawa detik-detik cahaya menuju ke ruang-ruang mimpi yang bukan milik kita. Bertemu dengan anak-anakmu dan menjadikannya sahabat, mungkin juga kekasih, tapi jangan jadikan musuh. Sebab mereka tidak lagi buta, tidak lagi hampa, melainkan berpesta dipersimpangan antara kata dan makna.

Tidak ada komentar: