Seorang pengembara sedang duduk-duduk dibawah pohon pinus.
Sekedar melepas lelah dari sunyi yang memburunya.
Sambil beristirahat, hayalnya melayang tak menentu.
Ada yang tersangkut
di daun-daun,
ada yang terjatuh kedalam botol minuman dibawah kakinya.
Dan banyak yang terbang melesat bagai peluru.
Entah kemana
ia pun tak tahu!
Hari itu matahari sedang menggantung di cakrawala.
Angin yang semilir memeluk tubuhnya bagai kekasih.
Hingga terlelaplah ia bersama bayang-bayang pepohonan.
Dalam tidurnya ia memimpikan sang ibu.
Ibu yang sedang memasang kancing bajunya ketika masa kecil.
“kalo besar nanti kamu mau jadi apa?” Tanya ibu.
“jadi burung bu,” jawabnya.
“Kenapa burung anakku,?” Tanya ibu penasaran.
“aku ingin melihat dunia dari segala arah!”
Jawabnya sekenanya..
“kalau begitu ibu akan menjadi langitmu, dan menjaga sayap-sayapmu.
Walaupun kau tersesat nanti, ibu akan selalu mendoakanmu.
Agar kau tak lupa jalan pulang.” Jawab ibu dengan mata
berkaca.
Dan ketika malam melompat masuk dari rimbun pepohonan
Pengembara terbangun, menemukan kotoran burung
yang sudah kering menempel
di dahinya.
“ah, rupanya ibu sudah rindu, hingga mengecup keningku!”