Aku dan puisi pernah bertengkar, tentang apa yang harus berlari.
“Kaki,“ kataku, “jari,” katanya!
Kami terkadang tak searah dalam berpandangan, berbeda sisi.
Hingga suatu hari ketika ia sedang sekarat, aku terpaksa menyetujuinya;
bahwa yang berlari adalah jari.
Ia pun menjawab, “masih bodoh saja kau, kakipun memiliki jari.
Hanya saja aku tak memiliki kaki.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar