Dulu saya sering tidur di pelukannya sampai air liur
mengalir keras.
Saking enaknya tidur kadang matahari yang selalu muncul di
jendela merasa malu
dan enggan bersinar. Sampai-sampai disuruhnya awan untuk mengguyur
rumahku.
Rumah jadi kedinginan, diguyur sepi sepanjang waktu. Karena
gigilnya sungguh dalam
seisi rumah jadi bergetar. Semula kukira gempa, jadi saya
lari keluar rumah tanpa baju
tidak tanpa celana. Kemudian saya berlari kedalam mimpi dan
kutemukan sebuah pintu.
Di balik pintu kudapati ibu yang sedang menyapu, kukatakan
padanya.
“Jangan sapu mimpi-mimpiku bu.”
“Tidak, ibu hanya memindahkannya ke dalam ruang mimpi ibu. ”
Lalu ibu seketika
lenyap begitu saja.
Tak lama kemudian, ayah menggedor-gedor pintu kamarku sambil berteriak-teriak,
“bangun-bangun, mimpimu sudah hangus terpanggang waktu.”
Tak lama kemudian, ayah menggedor-gedor pintu kamarku sambil berteriak-teriak,
“bangun-bangun, mimpimu sudah hangus terpanggang waktu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar