I
Kau sungguh sahabat bagi jejak langkahku
Bahkan saat terhempas oleh waktu
Walau terkikis jiwa, tenggelam dalam tanya
Melangkah pasti, menapak pada luka membuka
Kau tatap aku dengan arah menantang
Hiraukan jarak yang seakan mati sementara
Ya.., sementara bagiMu
Tapi bagiku,
jarak hanya ilusi dalam dunia tirai jeruji
Hanya bagiku;
Menghitung satu persatu kata yang datang penuh makna
meski terkurung di antara cerita perkara
Menorehkannya pada dinding-dinding sunyi yang menjulang
hingga terlelap dalam keheningan tertinggi
Entah apa menanti siapa?
Ada ekor ada kepala, pintu masuk juga pintu keluar
Begitu semboyan disini
Penuh dendam pada jarak dan waktu
Jangan hitung setiap tetesan doa dari mimpi buruk ini
Menunggu lembar demi lembar angka berganti
Satu persatu sahabat berpaling, saudaraku hanya langkah
Dan kawan-kawanku kini, tak mungkin lagi kau kenal
Entah siapa menanti apa?
Langkahku diantara petapa
II
Berapa lamamu saudara?
“tak mungkin kau hitung”
Siapa temanmu saudara?
“tak ada yang ingin mengenalku”
Kenapa ada disini saudara?
“sama seperti dirimu”
Kami bersama dalam keheningan tak bertepi
Sekilas mimpi-mimpi melesat, tapi tak mampu lagi diraih
Kami tertawa karena tersayat hari-hari bersama
Ketika malam tiba, kami kembali tak bertepi
Siapa namamu saudara?
“bukan siapa, tapi apa”
Apakah kau saudaraku?
“bukan, aku penyesalan, hukuman bagimu!”
III.
Rinduku;
Memandang terbit matahari
Ketika lengkung cahayanya berlari-lari di lautan luas
Tenggelamkanku dalam kehangatan pagi
Rinduku;
Cericau burung diantara lalu-lalang udara
Membentuk nada harmonis diantara kemilau dedaunan
Basuhkan luka mata dan telinga
Oh jemari;
Kepadamu kuserahkan hari-hari diam yang mengakar
Untuk menyusun gugusan bintang di angkasa malam
Agar jiwa ini melayang sebebas tarian kata telanjang
IV
Bapa,
Aku hanya diam berteriak
Senyap dalam hening halilintar
Terbelenggu luka kebebasan
Bapa,
Aku sedang padam membara
Menghitung doa-doa lama
Mencium keningMu; saat jatuh berdarah